Bisnis.com, SRAGEN — Truk tangki berisi air bersih sebanyak 5.000 liter itu berhenti di Lapangan Ngargotirto, Sumberlawang, Sragen. Begitu truk tangki datang, puluhan orang berdatangan dengan membawa tempat air.
Ada yang membawa jeriken, ember bekas kemasan cat, kelenting, galon, dan tempat air lainnya. Mereka antre menunggu giliran bantuan air bersih dari tiga pipa air yang mengalir dari tangki.
Bantuan air itu dikirim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sragen atas permintaan warga Kebayanan Kowang, Ngargotirto, Sumberlawang, Sragen.
Kebayakan yang terdiri atas puluhan rukun tetangga (RT) itu terletak di perbatasan Sragen-Boyolali sebelah barat laut. Untuk membawa bantuan air itu membutuhkan waktu 1 jam dari Kota Sragen.
Jiman, 53, warga Dukuh Kowang RT 006-C, Ngargotirto, sibuk membatu petugas BPBD untuk menuangkan air.
Ia membawa dua ember bekas cat berkapasitas 25 kg. Dua ember bewarna putih itu diisi air hingga meluber. Warga lainnya bergantian menadahi aliran air dari tangki itu. Jiman menyiapkan tongkat dari bambu. Tingkat itu digunakan untuk memikul dua ember berisi air bersih itu untuk di bawa pulang.
Rumah Jiman terletak di ujung barat lapangan, sekitar 100 meter dari lokasi pembagian air bersih. Ia berjalan sambil menahan beban berat. Tanpa alas kaki, Jiman melewati jalan setapat di tanah lapang dan menuruni jalan berbatu di depan rumahnya.
Ia langsung membawa air itu ke dapur yang ternyata tersimpah banyak cadangan air yang didapat dari mengangsu ke sumber air. “Semua ember sudah terisi semua,” kata Jiman yang memutuskan untuk tidak kembali ke lokasi pembagian air bersih.
Jiman berterima kasih kepada BPBD atas bantuan air itu. Bantuan itu baru kali pertama diterima warga Kowang pada musim kemarau 2018. Kowang sudah menjadi langganan untuk pengiriman bantuan air bersih dari BPBD pada setiap tahunnya. Dari enam kebayanan di Ngargotirto, hanya Kowang dan Sendangsono yang paling parah untuk krisis air bersih.
“Untuk sementara warga masih bisa mengangsu ke sumur umum di tegalan. Kami harus antre setiap pagi dan sore karena debitnya sangat kecil. Kalau sumur itu sudah mengering, kami tepaksa harus membeli air. Kalau beli biasanya 1.000 liter dengan harga Rp50.000,” ujar Tumiyati, 43, istri Jiman saat ngobrol dengan JIBI di teras rumahnya, Senin (25/6/2018).
Sebagian warga di lingkungan Kowang sudah ada yang beli air. Bagi warga yang kurang mampu masih mengandalkan sumur komunal atau bantuan dari BPBD Sragen. Seperti Atmo Pawiro, 70, kakek-kakek yang tinggal satu RT dengan Jiman hanya bisa mengangsu ke sumur komunal yang jaraknya 100 meter dari rumahnya tetapi harus menuruni jurang.
“Sumber itu ada di bawah jurang. Walau pun airnya sedikit masih bisa dimanfaatkan,” tambahnya.
Rencananya bantuan air bersih itu didatangkan dari Sragen sebanyak dua tangki tetapi hanya datang satu tangki. Air satu tangki itu dibagikan kepada warga di RT 006-C dan RT 006-B. Warga yang memiliki banyak tempat air otomatis mendapat banyak air tetapi sebaliknya warga yang hanya memiliki tempat air sedikit ya hanya mendapat jatah air sedikit.
Sekretaris Desa (Sekdes) Ngargotirto, Suharno, yang tinggal di Kowang RT 007, sudah membeli air bersih. Air sebanyak 1.000 liter senilai Rp50.000 itu habis setiap dua hari sekali mengingat keluarga Suharno merupakan keluarga besar.
“Saat momentum Lebaran kemarin, saya hampir setiap hari beli air bersih Rp50.000. Air memang menjadi idola warga selama musim kemarau. Sudah banyak upaya pemerintah untuk mengebor. Bahkan sudah ada 14 lokasi yang dibor tetapi hasilnya hanya air asin dan gas,” tuturnya.