Bisnis.com, PURWOKERTO — Produksi pakan dalam negeri mesti ditingkatkan agar tidak tergantung pada impor, kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah, Akhmad Darmawan.
"Kita harus bisa melepas dari hal-hal yang impor. Sekarang di Indonesia, hampir semua komoditas impor, sehingga ketika tidak sebanding antara ekspor dan impor, pasti akan terjadi (nilai tukar) rupiah turun," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (26/7/2018).
Terkait dengan kenaikan harga daging ayam di pasaran, dia mengatakan salah satu penyebabnya adalah kebutuhan pakan ayam masih dipenuhi impor.
Sementara itu, kata dia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih tertekan dan pada hari Kamis mencapai Rp14.480 per dolar AS.
"Nah, ini yang mengakibatkan peternak mau atau tidak mau harus menyesuaikan kenaikan harga pakan itu supaya tidak rugi. Ini yang menjadi masalah karena pakan masih impor," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, harga daging ayam sulit turun seiring dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Menurut dia, hal itu bisa diantisipasi dengan cara membuat pakan sendiri yang memanfaatkan bahan baku lokal yang tersedia cukup banyak.
Akan tetapi, lanjut dia, tidak mudah untuk memproduksi pakan sendiri dalam waktu cepat karena membutuhan infrastruktrur, mesin, bahan baku, dan sebagainya sehingga perlu direncanakan dalam jangka waktu cukup lama.
"Kalau untuk menghentikan ini (gejolak kenaikan harga), selama dolar masih seperti sekarang, akan sulit. Nanti kasihan pedagangnya karena harga daging ayam naik bukan berarti pedagang menikmati untung banyak, pedagang ayam ya untungnya tetap begitu-begitu saja karena bahan bakunya atau pakannya sudah mahal," katanya.
Terkait dengan pola kemitraan yang dilakukan investor dengan peternak ayam pedaging, Darmawan mengatakan hal itu bagus untuk dilaksanakan karena sistem plasma membantu masyarakat teredukasi dan terdampingi dengan baik oleh perusahaan besar.