Bisnis.com, SEMARANG -- Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Hasil Perikanan (BKIPM) Kota Semarang mendorong industri Unit Pengolahan Ikan (UPI), pengusaha, dan supplier rajungan di Jawa Tengah (Jateng) untuk memperbaiki kualitas ekspor rajungan.
Hal ini penting guna menjaga dominasi Jateng sebagai tiga besar daerah pemasok rajungan di Indonesia, bersama Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar). Saat ini, ada 8 UPI di Jateng yang tersebar di berbagai daerah, mulai Kabupaten Pemalang sampai Kabupaten Rembang.
"Ekspor rajungan harus baik sesuai produk mutu, yakni tidak tercampur dengan spesies lain dan tidak tercampur bahan-bahan kimia, antibiotik dan juga penyakit," kata Kepala BKIPM Kota Semarang Raden Gatot Perdana, Rabu (3/10/2018).
Dia menerangkan selain perbaikan mutu, perbaikan cara penangkapan rajungan juga harus dilakukan guna menjaga ketersediaan rajungan di alam.
Nelayan diharuskan mengikuti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Beleid ini berisi apa yang dibolehkan dan bagaimana mengelola atau mengeksploitasi komoditas laut terkait dengan cara yang baik.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Pengelolaan Ranjungan Indonesia (APRI) Bambang Arif Nugraha menambahkan saat ini, Jateng telah memasuki zona kuning sehingga jika penangkapan rajungan terus dilakukan dengan berlebihan maka dikhawatirkan ketersediaannya di alam akan habis.
"Kami takut eksploitasi atau penangkapan yang tidak bertanggung jawab akan membuat rajungan punah," ujarnya.
Bambang menyebutkan ekspor rajungan di Indonesia tahun ini turun sampai 20% sebagai imbas berkurangnya jumlah rajungan, yakni dari 19 juta kilogram (kg) pada 2016 menjadi 15,9 juta kg pada 2018.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga agar rajungan tak punah dan mengubah Jateng yang tadinya berada di zona kuning kembali ke zona hijau.