Bisnis.com, SEMARANG — Jawa Tengah akan lebih gencar mempromosikan potensi investasi di sektor pertanian, khususnya yang fokus pada hilirisasi agroindustri.
Arah promosi ke sektor agroindustri tersebut mengemuka dalam agenda Central Java Investment Business Forum (CJIBF) 2022 yang pada tahun ini mengambil tema Agri Industries for Green Growth and Sustainable Economic Development. CJIBF merupakan agenda tahunan yang digelar untuk melakukan promosi potensi dan peluang investasi di Jateng.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, mengatakan bahwa Jateng memiliki potensi investasi di sektor pertanian, khususnya di bagian hilirisasi.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian berkontribusi 12,62 persen terhadap PDRB Jateng, atau menduduki peringkat ketiga penyumbang pertumbuhan ekonomi Jateng.
Pun, jika dilihat lebih dalam, sektor manufaktur yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Jateng juga ditopang oleh industri pengolahan agroindustri seperti tembakau, makanan dan minuman, kertas, kayu dan furnitur.
“Kalau ingin pertumbuhan ekonomi sustainable dan menjaga daya beli masyarakat Jateng yang sebagian besar petani, maka harus mendukung kelestarian lingkungan melalui investasi di agroindustri ataupun green development. Bagaimana menumbuhkan hilirisasi pangan karena itu kekuatan Jateng,” ujarnya dalam sesi diskusi yang digelar dalam rangkaian acara Central Java Investment Business Forum (CJIBF) 2022 di Semarang, Rabu (9/11/2022).
Baca Juga
Rahmat juga menilai Jateng sebagai wilayah yang menarik bagi investor karena merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi paling stabil. Selama periode 2011—2019, pertumbuhan ekonomi Jateng berada pada kisaran 5 persen hingga 6 persen. Walaupun sempat turun ketika pandemi Covid-19, namun pada tahun ini pertumbuhan ekonomi Jateng sudah kembali positif di atas lima persen.
Selain itu, Jateng juga dinilai menarik untuk menarik investasi karena diperkuat oleh jumlah penduduk muda yang cukup banyak untuk mendukung kebutuhan tenaga kerja, dan diperkuat dengan upah yang kompetitif serta infrastruktur pendukung yang memadai.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, juga menyoroti peluang Jateng mengembangkan investasi di sektor agroindustri. Dalam agenda presidensi G20, Destry mengatakan bahwa promosi green economy semakin inklusif. Saat ini, potensi investasi beralih ke sektor investasi hijau, renewable energy, dan agroindustri.
Daya saing Jateng sebagai wilayah yang memiliki kekuatan di sektor pertanian, menurut Destry, juga semakin diperkuat dengan komitmen pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada calon investor, yang dibuktikan dengan predikat Terbaik Pertama Kategori Provinsi dalam Anugerah Layanan Investasi (ALI) yang diselenggarakan oleh BKPM. Jateng meraih predikat tersebut secara berturut-turut pada periode 2018-2022.
“Pada kesempatan ini, BI mengundang investor untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan investasi. Ada banyak proyek yang sudah clean and clear, ready to offer. Dengan predikat terbaik dalam ALI, tentunya investor akan mendapatkan layanan terbaik,” tambahnya.
Adapun, sejumlah potensi investasi agroindustri yang ditawarkan dalam forum CJIBF 2022 adalah investasi pengolahan garam industri di Jepara, investasi pengolahan tepung mocaf di Banjarnegara, investasi pengolahan lele dan air tawar di Boyolali, serta pengembangan teknopark di Pekalongan.
Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng, Ratna Kawuri, mengatakan bahwa kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Jateng perlu mendapatkan perhatian dari para investor baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Selain memiliki daya dukung untuk menggarap sektor pertanian, potensi pasar untuk menyerap produk-produk pertanian juga terbuka. Ratna menyebut bahwa di pasar domestik saja, terdapat sekitar 35,5 juta penduduk Jateng yang membutuhkan produk pertanian.
“Jateng sejak dulu adalah lumbung pangan. Sekarang sudah saatnya kembali mengelola SDA agar lebih bernilai dan bermanfaat. Perlu refocusing arah investasi, untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.