Bisnis.com, SEMARANG - Kelompok tani di Jawa Tengah berinovasi untuk mengolah produk bawang merah dan cabai merah keriting menjadi aneka produk turunan.
Strategi tersebut dijalankan demi meningkatkan nilai jual kala harga panen segar mengalami penurunan ekstrem. Terlebih ketika periode panen raya.
"Kami mengolah bawang merah menjadi beberapa produk turunannya, seperti pertama ada pasta bawang merah, kemudian bawang goreng, bawang crispy, kemudian ada minyak bawang, ada kerupuk bawang, dan beberapa produk turunan yang lain dari bawang merah," jelas Dienda Lora Buana, Direktur Utama PT Sinergi Brebes Inovatif dikutip Rabu (4/12/2024).
PT Sinergi Brebes Inovatif sendiri merupakan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) yang didirikan oleh kelompok tani bawang merah di Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Perusahaan itu menjual aneka produk turunan bawang merah ke toko ritel modern di beberapa kota besar. Selain itu, produk turunan tersebut juga dipasarkan ke restoran serta warung makan sebagai bumbu setengah jadi.
"Untuk business-to-business (B2B), dia dipakai langsung. Itu kami ada kemasan 1 KG dan 5 KG, itu biasanya digunakan seperti di warung makan, restoran itu pakainya 1 KG. Jadi memang langsung dipakai untuk masak. Tetapi untuk yang dijual lagi ke konsumen dikemas seperti di penjualan ritel, di 100 gram dan 200 gram," jelas Dienda.
Lewat BUMP tersebut, petani-petani bawang merah di Desa Sidamulya tak perlu khawatir ketika harga jual bawang merah segar jatuh. Dienda menjelaskan, dengan mengolah bawang merah segar, petani bisa menikmati harga jual yang lebih tinggi sehingga mampu menutup ongkos pertanian.
Baca Juga
Dienda melanjutkan, untuk memulai bisnis serupa, kelompok tani bawang merah di lokasi lain bisa memulai untuk memproduksi bawang merah goreng. Menurutnya, produk itu mudah diolah dan memiliki pasar yang luas.
"Contoh sederhana seperti pisau, waja, dan alat penggorengan yang lain pasti ada di rumah. Dari situ bisa mulai berbisnis kecil-kecilan. Nanti level-up-nya bisa upgrade di mesin-mesin, seperti mesin pengiris dan peniris minyak," lanjutnya.
Tak jauh berbeda, ide untuk mengolah hasil tani juga dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bina Tani di Desa Purworejo, Kabupaten Blora. Sejak tahun 2020, petani-petani cabai merah keriting di wilayah tersebut mulai mengolah hasil panennya menjadi cabai kering dan sambal cabai kering secara modern.
Pengolahan tersebut dilakukan ketika harga cabai jatuh di kisaran Rp10.000/kg. Setidaknya, ada 100 petani cabai merah keriting dengan luasan lahan di angka 300 hektare (Ha).
"Kami hanya mengambil cabai merah keriting yang bagus untuk diolah, bukan afkiran. Kami ambil tangkainya, dicuci bersih untuk menghilangkan lapisan pestisida, baru dimasukkan ke mesin dehidrator. Alatnya itu terbuat dari stainless steel, tidak karatan, dan tempatnya di dalam ruangan jadi tidak terkontaminasi. Higienis sekali," jelas Sukirno saat ditemui Bisnis.
Untuk setiap kilogram cabai kering yang dihasilkan, Sukirno membutuhkan kira-kira 3 kilogram cabai merah keriting segar. Di pasaran, harga jual cabai kering berkisar di angka Rp10.000-20.000/kg. Sayangnya, Sukirno menilai bahwa belum banyak masyarakat yang memanfaatkan produk olahan tersebut.
"Padahal tanaman cabai itu sangat fluktuatif, di saat harga mahal, kalau kita punya cabai kering ya kita aman-aman saja. Sehingga, kita bisa mengantisipasi lonjakan harga cabai," ujarnya.