Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Tebu Jawa Tengah, Antara Sejarah Gemilang dan Tantangan ke Depan

Sektor pertanian di Jawa Tengah punya sejarah yang gemilang, namun kinerjanya perlahan mulai mengendur termasuk pada sektor perkebunan tebu dan industri gula.
Lahan tebu milik Tarmanto,  petani dari Desa Sukorejo, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan. / Istimewa.
Lahan tebu milik Tarmanto,  petani dari Desa Sukorejo, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan. / Istimewa.

Bisnis.com, SEMARANG - Sektor pertanian memegang peranan penting ketika berbicara mengenai isu pangan. Terlebih di Jawa Tengah yang menjadi salah satu lumbung pangan tidak hanya bagi Pulau Jawa tetapi juga nasional. Sektor pertanian di Jawa Tengah punya sejarah yang gemilang, namun sejak periode 1990-an kinerjanya perlahan mulai mengendur. Fenomena tersebut juga dialami pada sektor perkebunan tebu dan industri gula.

Komoditas tebu ditanam di hampir setiap kabupaten dan kota di Jawa Tengah, kecuali di Kabupaten Wonosobo.

Namun demikian, saat ini luasan area tanam tebu diperkirakan hanya tersisa sekitar 40.000 Hektare (Ha).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan petani enggan untuk menanam tebu, faktor utamanya adalah harga jual yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan komoditas hortikultura maupun tanaman padi.

Tingginya modal yang diperlukan serta biaya operasional untuk membeli pupuk maupun benih juga menjadi faktor lain.

"Per masa tanam, mulai dari sewa lahan, kemudian beli bibit, pupuk, penggarap ladang untuk pengolahan, tenaga penebas dan angkut itu bisa sekitar Rp70 juta per Hektare," kata Tarmanto, salah seorang petani tebu dari Desa Sukorejo, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, saat dihubungi Tim Jelajah Kedaulatan Pangan pada Jumat (13/6/2025).

Tarmanto menggarap lahan seluas 7 Ha yang disewa per musim. Lahan milik pemerintah daerah itu relatif subur, namun Tarmanto mesti memberdayakan beberapa unit mesin pompa untuk mengairi lahan tebu tersebut.

"Karena tempatnya di tepi sungai, memang tanahnya subur, tetapi harus dialiri menggunakan mesin pompa," kata Tarmanto.

Bersama beberapa petani tebu lain di desanya, Tarmanto menanam varietas Bululawang yang dikenal mempunyai produktivitas yang baik.

Pria itu selalu mengantarkan tebu hasil garapannya ke Pabrik Gula (PG) Sragi, salah satu unit penggilingan gula di bawah PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), yang berlokasi tak jauh dari lahannya.

Tingginya kebutuhan bahan baku tebu di musim giling, ditambah minimnya minat petani untuk menanam tebu, membuat lahan-lahan perkebunan seperti yang digarap Tarmanto menjadi rebutan para pemasok pabrik. Tak cuma dari wilayah Jawa Tengah, tetapi hingga Jawa Barat dan Jawa Timur.

"Ada makelarnya, ada juga yang dari pabriknya langsung. Mereka biasa datang ke kebun langsung untuk membeli, jadi petani tidak perlu mengantar tebu keluar," ucap dia.

Tarmanto tetap setia menjadi pemasok PG Sragi. Selain karena faktor historis dan kedekatan, faktor harga beli yang relatif stabil menjadi alasan kenapa petani sepertinya enggan untuk menjual tebu ke luar Jawa Tengah.

"Kalau pemerintah bisa menjaga harga beli tebu, supaya tidak terlalu murah seperti 3 tahun lalu, memang tebu ini menguntungkan. Tetapi, kalau setiap musim panen harganya turun, jelas petani itu rugi. Untungnya, setelah ada SGN harga beli [gula] bisa menyentuh Rp1,4 juta per kuintal, itu jauh lebih baik dibanding sebelumnya," ungkapnya.

Di wilayah barat pesisir utara Jawa Tengah, PG Sragi ibarat benteng terakhir bagi industri gula dan perkebunan tebu rakyat di wilayah barat pesisir utara Jawa Tengah.

Pabrik gula yang berdiri sejak 1836 itu punya cakupan wilayah yang relatif luas, membentang dari Kabupaten Tegal, Brebes, Pekalongan, Batang, hingga Kendal.

Dalam keterangan tertulisnya, perwakilan manajemen PG Sragi mengungkapkan bahwa meskipun punya cakupan wilayah yang luas, kebanyakan bahan baku tebu yang diambil pabrik itu berasal dari wilayah Tegal dan Brebes.

Budaya menanam tebu memang masih kuat di wilayah Tegal dan Brebes. Hal tersebut memberikan keuntungan tersendiri, terlebih di tengah melemahnya animo petani untuk menanam tebu di wilayah Pekalongan hingga Kendal.

Keengganan itu tentu menjadi penghalang tersendiri, apalagi pabrik itu tengah menggeber target kinerjanya sebagai tindak lanjut dari arah kebijakan nasional untuk mencapai swasembada gula pada 2029.

Pada musim giling 2024, PG Sragi berhasil menggiling 110.000 ton tebu, menghasilkan 6.000 ton gula. Untuk tahun 2025, targetnya melonjak drastis menjadi 192.000 ton tebu giling atau naik 174% year-on-year (yoy), dengan produksi gula mencapai 12,7 ribu ton atau naik 213% (yoy). Sejak awal musim giling pada 19 Mei 2025, 70% pasokan tebu berasal dari perkebunan rakyat.

Untuk menjaga produktivitas pabrik, PG Sragi mengambil beberapa strategi. Tak melulu soal investasi pada alat dan mesin produksi, tetapi juga untuk menjaga loyalitas petani tebu rakyat yang selama ini telah menjadi penyokong pasokan bahan baku.

"Kami terus melakukan kontrol dan komunikasi, meskipun secara praktiknya mereka sudah mahir. Tetapi kami berupaya untuk menjaga kemitraan ini. Petani merupakan mitra utama kami untuk tumbuh bersama dan mewujudkan swasembada gula nasional," tulis perwakilan manajemen PG Sragi kepada Tim Jelajah Kedaulatan Pangan.

Keberadaan PG Sragi menjadi pilar penting tak hanya dalam upaya pemenuhan ketahanan pangan di tingkat lokal, tetapi juga nasional.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menyebut target swasembada gula itu akan menjadi modal penting dalam menghadapi krisis pangan yang telah menjadi ancaman di seluruh dunia. "

Iklim ekstrem tahun lalu memukul Indonesia hingga defisit. Tidak ada negara bisa bertahan apabila pangan bermasalah," ujarnya saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Selasa (10/6/2025) kemarin.

Untuk mencapai swasembada gula tersebut, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai induk SGN menargetkan produktivitas tebu petani bisa meningkat dari 5 ton menjadi 9 ton gula per Hektare pada 2029.

Pemerintah telah menyusun enam strategi kunci untuk mencapai target swasembada gula tersebut.

Strategi tersebut difokuskan pada peningkatan produktivitas, efisiensi budidaya, pemberdayaan petani secara berkelanjutan, serta peningkatan pendapatan petani tebu.

Pada perkembangan lainnya, Kementerian Koordinator Bidang Pangan mengungkapkan bahwa pemerintah juga tengah merombak sejumlah aturan untuk mendukung percepatan swasembada gula.

"Perlu disempurnakan Perpres No.40/2023 mengenai swasembada gula. Kemudian, Keppres No.15/2024 mengenai satgas percepatan swasembada gula," ucap Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, Kamis (12/6/2025).

Tentunya, strategi itu perlu diimbangi dengan sinergi antara pemerintah, pabrik gula seperti PG Sragi, dan para petani tebu untuk mengatasi hambatan biaya produksi, menstabilkan harga jual, serta mengembalikan gairah menanam tebu di Jawa Tengah.

Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada implementasi kebijakan yang konsisten dan dukungan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam rantai pasok industri gula di Tanah Air.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper