Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Hulu Tekstil Mampu Memproduksi Kain Pasar Domestik

Industri hulu tekstil Tanah Air sudah mampu memenuhi kebutuhan kain untuk garmen sehingga tidak membutuhkan lagi komoditas tersebut bagi pemilik izin angka pengenal importir umum.
Pabrik pengolahan bahan baku tekstil milik Sritex di Jawa Tengah./Ilustrasi-JIBI
Pabrik pengolahan bahan baku tekstil milik Sritex di Jawa Tengah./Ilustrasi-JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Industri hulu tekstil Tanah Air sudah mampu memenuhi kebutuhan kain untuk garmen sehingga tidak membutuhkan lagi komoditas tersebut bagi pemilik izin angka pengenal importir umum.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pemberian izin untuk pedagang yang memiliki fasilitas angka pengenal importir umum (API-U) dinilai belum dalam keadaan yang mendesak.

Hal itu karena produsen kain domestik sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh garmen. APSyFI mencatat, pada 2016 kebutuhan garmen untuk kain rajut dan tenun mencapai 1,9 juta ton sedangkan kapasitas produksi industri hulu tekstil nasional mencapai 2,7 juta ton.

"Pabrikan lokal sudah bisa memproduksi kain untuk kebutuhan garmen sehingga tidak perlu untuk membuka izin API-U," kata Redma kepada Bisnis, Selasa (24/10/2017).

Menurutnya, dari 2,7 juta ton pada 2016 tersebut hanya sekitar 300.000 ton yang diekspor. Adapun untuk pasar dalam negeri, produsen hulu tekstil telah menyiapkan sebanyak 2,4 juta ton yang bisa terserap oleh garmen.

Seperti yang diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/8/2017 tentang pemberian izin terhadap pelaku bisnis yang memiliki fasilitas API-U untuk impor kain telah meresahkan produsen hulu tekstil.

Padahal pada beleid sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 disebutkan jika hak impor hanya dimiliki oleh produsen.

"Importir mengaku kekurangan bahan baku, padahal menurut data kami secara kapasitas produksi industri lokal sudah mampu untuk membuat kain sesuai dengan kebutuhan garmen," lanjutnya.

Redma menjelaskan peraturan itu dibuat ketika produsen kain dalam negeri sedang menikmati kenaikan penjualan. APSyFI menghitung rerata anggota mereka pada kuartal III/2017 mengalami kenaikan penjualan secara volume sebanyak 30% karena impor borongan yang masuk ke dalam negeri dilarang.

"Pada kuartal ketiga tahun ini impor berkurang sehingga permintaan kepada produsen kain domestik meningkat, diprediksi peningkatan ini akan terjadi juga pada kuartal IV/2017. Akan tetapi jika beleid ini aktif pada kuartal keempat atau tahun depan maka penjualan akan turun kembali," ungkapnya.

Dia menjelaskan sampai saat ini beleid ini belum sepenuhnya efektif berjalan karena masih menunggu Keputusan/Peraturan Direktur Jenderal. “Belum diketahui secara pasti kapan Permendag 64 ini akan berjalan secara efektif,” ujarnya.

Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor tekstil dan garmen sepanjang Januari-September 2017 mencapai US$9,38 miliar atau naik 4,69% dibandingkan dengan tahun lalu. Lebih rinci, ekspor tekstil tercatat sebesar US$3,43 miliar dan ekspor garmen mencapai US$5,94 miliar. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : News Editor
Sumber : JIBI

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper