Bisnis.com, SEMARANG - Inflasi Jawa Tengah pada bulan Januari 2020 mengalami kenaikan dibandingkan Januari tahun 2019.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah menunjukkan inflasi Jateng secara year on year tercatat sebesar 2,81% atau lebih tinggi dibandingkan Januari 2019 yang tercatat sebesar 2,18% year on year.
Kepala BPS Provinsi Jateng Sentot Bangun Widoyono mengungkapkan kenaikan inflasi Januari ini dipicu oleh terganggunya alur distribusi akibat musim hujan dan banjir di beberapa titik di Jawa Tengah.
"Faktor distribusi akan berpengaruh terhadap harga-harga. Jadi kalau misalnya terkait distribusi ini mudah-mudahan pemerintah tidak mengambil keputusan terkait kenaikan harga yang dikendalikan pemerintah," kata Sentot di Semarang, Senin (3/1/2020).
Sentot menambahkan langkah ini penting, pasalnya inflasi yang ideal seharusnya bisa di bawah 3%. Kenaikan administered price atau harga yang diatur pemerintah bisa memicu tingginya inflasi.
Adapun, khusus di Jateng dilihat dari komoditasnya, cabai merah, minyak goreng, cabe rawit, hingga kenaikan harga mobil menjadi pemicu inflasi.
"Perbandingan yang tahun ke tahun ini memang ada kenaikan. Target inflasi jangan sampai 3%," ungkapnya.
Data Pemprov Jateng menunjukkan dari akhir 2019 hingga pertengahan Januari 2020, di provinsi ini terdapat 143 kejadian banjir. Akibat banjir ini telah menimbulkan kerusakan.
Kerusakan utama terjadi karena tanggul jebol di 52 lokasi dan tanggul limpas 91 lokasi. Sementara itu, jumlah pengungsi mencapai 21.633 jiwa, dan korban meninggal atau hanyut sebanyak tujuh orang.
Banjir juga menggenangi 4.298,50 hektare sawah, permukiman milik 35.145 KK, 26 unit sarpras, dan 5.153 meter jalan.
Adapun luas areal irigasi di Jawa Tengah yang dalam pengelolaan pemerintah provinsi sampai saat ini tercatat mencapai 86.865 hektare di 108 daerah irigasi (DI). Sedangkan yang menjadi kewenangan pusat di Jateng mencapai 300.124 hektare di 38 DIY.
Pada periode 2016 jaringan irigasi yang dalam kondisi baik 1.730 hektare, rusak ringan 67.754 hektare, rusak sedang 17.044 hektare rusak berat 337 hektare. Pada 2017, kondisi jaringan yang dalam kondisi baik 4.433 hektare, rusak ringan 64.207 hektare, rusak sedang 18.225 hektare.
Sementara, 2018 kondisi jaringan yang dalam kondisi baik terus bertambah menjadi 4.941 hektare, rusak ringan 63.349 hektare, rusak sedang 18.575 hektare, tidak ada kerusakan berat.
Sedangkan 2019 untuk jaringan kondisi baik ada 4.941 hektare, kondisi rusak ringan 64.254 hektare, rusak sedang 17.670 hektare, tanpa kerusakan berat.