Bisnis.com, JAKARTA - Seyogianya, di masa wabah Corona (Covid-19) saat ini, sifat gotong royong diperlukan untuk melewati masa-masa sulit. Pun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berulang kali menekankan hal itu, seperti pada rapat terbatas pada Selasa (21/4/2020) pagi tadi.
Dan untuk hal ini, masyarakat Yogyakarta mencoba melaksanakannya. Salah satunya adalah Solidaritas Pangan Jogja (SPJ), sebuah kumpulan organisasi yang mencoba membuat dapur umum darurat untuk membantu mereka yang kehilangan pendapatan harian selama pandemi Covid-19.
Mereka yang dibantu, misalnya, perempuan buruh gendong yang bekerja di pasar tradisional, tukang becak, pemulung, pedagang kecil, dan orang-orang yang terpaksa hidup di jalan. Sejauh ini, dapur darurat itu sudah berada di 11 lokasi.
"Inisiatif dapur darurat kami menggalang donasi terbuka dan membantu menyediakan nasi bungkus, sembako, vitamin C, dan masker," ucap Himawan, salah satu anggota SPJ.
Sayangnya, aksi dari kumpulan berbagai organisasi di Kota Gudeg itu tak bersambut baik oleh aparat pemerintah setempat. SPJ kerap dicurigai oleh aparat. Misalnya saja yang terjadi Ngadiwinatan. Dapur umum darurat di sana didatangi oleh aparat keamanan kepolisian Sektor Patuk Yogyakarta.
"Ketika kami tanya surat tugas dan lainnya, mereka nggak bisa jawab. Sebenarnya, bukan kali ini saja, udah sering. Namun, biasanya kooperatif," ucap Himawan.
Baca Juga
Usaha membantu sesama pun juga dilakukan Himawan dengan organisasinya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Pada Jumat (17/4) malam, delapan anggota Walhi tengah berkumpul di kantor mereka di daerah Kota Gede.
Tujuannya saat itu adalah rapat untuk pembagian masker di sejumlah titik di Yogyakarta. Namun, sekira jam 19.30, sekitar 10 orang menyatroni kantor Walhi dan meminta mereka untuk bubar.
"Saya tanya apa alasannya? Kami berkumpul di dalam kantor, bukan di jalan. Selain itu, Yogya kan belum PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)," ucapnya.
Menurut Himawan, saat itu, ada dua anggota TNI yang hadir untuk membubarkan. "Saya diminta KTP oleh anggota itu. Saya tidak mau, karena mereka nggak punya surat tugas. Akhirnya orang dari kelurahan yang kooperatif," katanya.
Kejadian itu tak lama terjadi. Namun, sekitar jam 20.30, saat anggota Walhi akan bubar, datang lagi orang-orang yang ingin membubarkan kegiatan. "Kali ini yang datang 40 orang. Ada dari Kepolisian dan TNI. Ada juga masyarakat," kata Himawan, yang merupakan divisi hukum Walhi Yogyakarta.
Menurut Himawan, sejauh ini, kegiatan yang mereka lakukan sudah seizin pemerintah daerah setempat. Misalnya dapur umum, sebelum membuka, para anggota sudah melapor ke RT dan RW setempat.
Bila ada kejadian seperti ini, Himawan juga bingung. "Bagaimana ya, niatnya mau membantu tapi malah dicurigai," tutupnya.