Bisnis.com, SEMARANG – Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah menggelar High Level Meeting (HLM) untuk membahas soal inflasi di Jawa Tengah. Acara digelar pada Senin (22/3/2022) lalu secara bauran atau hybrid. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan pemetaan risiko yang sekiranya bakal mempengaruhi inflasi di masa mendatang.
Ketua Harian TPID Provinsi Jawa Tengah yang dijabat oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, melaporkan sejumlah upaya pengendalian inflasi. Secara khusus, Jawa Tengah mengadopsi stategi 4K untuk mengendalikan inflasi, yaitu menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta komunikasi efektif.
Rahmat Dwisaputra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, dalam kesempatan tersebut memaparkan sejumlah risiko yang mesti dihadapi Jawa Tengah. Pertama adalah risiko eksternal, yakni ketika harga komoditas internasional memberikan tekanan pada inflasi.
“Sementara dari sisi domestik, tekanan inflasi bersumber dari peningkatan ekspektasi masyarakat seiring dengan arah pemulihan ekonomi dan kenaikan beberapa tarif administered,” jelas Rahmat dalam siaran pers, Rabu (23/3/2022).
Sebagai informasi, kenaikan tarif administered yang dimaksud Rahmat adalah beberapa pengeluaran masyarakat untuk memenuhi kewajibannya. Misalnya saja kenaikan tarif cukai rokok yang hampir setiap tahun terjadi.
Pada tahun ini, pemerintah juga bakal menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai April mendatang. Kenaikan tersebut tentunya bakal memberikan dampak pada inflasi, tak hanya di Jawa Tengah tetapi juga secara nasional. “Inflasi Jawa Tengah di tahun 2022 diperkirakan tetap berada pada rentang sasaran inflasi 3% plus minus 1%,” jelas Rahmat.
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, memberikan sejumlah arahan untuk menyikapi berbagai risiko yang bakal mempengaruhi inflasi tersebut. Dalam arahannya, Ganjar meminta Kepala Daerah untuk menyiapkan beberapa alternatif tanaman di luar padi, seperti jagung, ataupun singkong.
Gubernur juga meminta Satgas Pangan untuk bisa menyisir penimbun bahan pokok, khususnya minyak goreng, agar tidak terjadi di Jawa Tengah. Pemantauan harga di tingkat konsumen dan produsen juga perlu dilakukan bersamaan dengan pemantauan ketersediaan pasokan. “Sehingga dapat menjadi early warning dan dasar pengambilan keputusan secara tepat dan efektif,” jelas Ganjar.