Bisnis.com, MAKASSAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungannya terhadap program budi daya pisang cavendish yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan akan mendorong akses permodalan kepada para pembudi daya melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman mengatakan budi daya pisang diproyeksi memiliki efek yang besar terhadap perekonomian Sulsel, di dukung dengan permintaan dunia akan pisang yang banyak, luasan lahan yang cukup untuk melakukan budi daya, hingga potensi perputaran uang yang tinggi.
Apalagi, penyaluran kredit perbankan sektor pertanian di Sulsel per September 2023 masih relatif rendah yaitu sebesar Rp12,05 triliun atau hanya 7,89% dari total kredit perbankan secara keseluruhan di Sulsel yang sebesar Rp152,75 triliun.
"Meskipun begitu, angka tersebut menunjukkan perkembangan pada setiap tahunnya. Hal ini lah mengapa Sulsel memiliki potensi pasar penyaluran kredit sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang cukup besar. Makanya kami dukung program budi daya pisang ini," katanya, Selasa (12/12/2023).
Sulsel sendiri saat ini, dikatakan Darwisman, memiliki potensi lahan seluas 7 juta hektare, namun baru sekitar 628.000 hektare lahan saja yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah produktif. Sisanya seluas 6,3 juta hektare masih tergolong lahan tidur yang belum produktif.
Melihat potensinya, pada setiap 1 hektare lahan budi daya pisang varietas cavendish akan menghasilkan nilai pendapatan kotor sebesar Rp360 juta per tahun dengan asumsi populasi pisang perhektare sebanyak 2.000 pohon dengan produkivitas sebanyak 20 kg per pohon dan harga jual sebesar Rp4.500 per kilogram.
Baca Juga
Sementara total biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja dan land clearing, pada tahun pertama diperkirakan sebesar Rp99,3 juta dan akan semakin rendah atau turun 50% pada tahun-tahun berikutnya. Sehingga nilai laba bersih diproyeksikan sebesar Rp260,7 juta pada tahun pertama dan akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
"Jadi jika pemerintah provinsi komitmen dalam mencapai target pemanfaatan 500.000 hektare lahan tidur untuk budi daya pisang, maka diproyeksikan dapat mendorong perputaran uang sebesar Rp180 triliun setiap tahunnya," ungkap Darwisman.
Sementara, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengungkapkan, besarnya potensi pisang ini dilihat dari permintaannya yang tinggi secara global. Pada 2022 saja, permintaan pisang dunia mencapai 21 juta ton atau senilai US$15,8 miliar. Sementara potensi ekspor pisang dari Indonesia pada 2022 mencapai 22.112 ton atau senilai US$8,69 juta.
"Melihat data ini, tentu kita melihat potensi besar komoditas pisang. Kita pun harus mengambil bagian dari pengembangan komoditas potensial ini," paparnya.
Selain karena potensi ekspor, Bahtiar menambahkan jika pisang merupakan buah yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Pisang juga dapat digunakan dalam inovasi makanan dan minuman. Beberapa ragam jenis makanan olahan di Sulsel sendiri antara lain kue Barongko, sanggara balanda, sanggara peppe, pisang epe, pisang ijo, hingga pallubutung.
Sementara pisang adalah tanaman yang tumbuh dengan cepat, sehingga petani dapat memanen hasilnya dalam waktu relatif singkat hanya sekitar empat bulan. Di sisi lain juga, pisang tumbuh baik di iklim hangat dan lembab, dengan suhu sekitar 27-30 derajat celcius, yang cocok dengan iklim Sulsel.