Bisnis.com, SEMARANG — Debat pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah telah diselenggarakan dua kali oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Tengah. Debat pertama digelar pada 30 Oktober 2024, sementara debat kedua dilaksanakan pada Minggu (10/11/2024) pekan lalu. Adapun agenda debat ketiga direncanakan pada 20 November 2024 bertempat di Muladi Dome, Universitas Diponegoro.
Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah Handi Tri Ujiono menyebut bahwa agenda debat terbuka merupakan salah satu metode kampanye yang paling efektif dalam menyampaikan pesan, visi, misi, serta program pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
"Kepada seluruh pemilih di Jawa Tengah untuk dapat menyimak dengan baik penajaman visi, misi, program dari masing-masing paslon. Sehingga menjadi asupan, menjadi literasi, dalam rangka menjatuhkan pilihan di tanggal 27 November 2024," ucap Handi saat membuka acara debat kedua pada 10 November 2024.
Sayangnya, kedua pasang Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah nampaknya masih terjebak pada jargon politik. Tidak banyak ide-ide konkret yang dipaparkan dalam debat terbuka yang disiarkan dan ditonton oleh publik itu.
"Saya merasa tidak ada yang segar dan tidak ada yang benar-benar tajam," ucap akademisi Utrecht University, Bosman Batubara saat ditemui wartawan pada Jumat (15/11/2024).
Bosman menyoroti komitmen kedua calon kepala daerah itu dalam menyelesaikan problem reforma agraria yang dirasa jalan ditempat. Di Jawa Tengah sendiri, beberapa masyarakat kampung di wilayah pesisir utara masih menghadapi masalah tersebut. Penyebabnya beragam, mulai hilangnya tanah warga akibat kenaikan muka air laut, tenggelamnya kampung-kampung di pesisir akibat banjir maupun rob, hingga konflik lahan antara warga dengan pemerintah.
Baca Juga
"Kami sekarang berada dalam satu skema program reforma agraria perkotaan, itu legal, ada Peraturan Presidennya. Salah satu keinginan atau aspirasi dari kampung seperti di Tambakrejo, tanah itu menjadi milik kolektif, 97 Kepala Keluarga [KK], tetapi di atasnya, ada kepemilikan personal [untuk] bangunan, dan area tangkap kolektif di sepanjang sungai," tutur Bosman.
Menurut Bosman, kandidat kepala daerah mestinya urun rembug dalam persoalan itu. Bahkan, calon orang nomor satu di Jawa Tengah diharapkan mampu menawarkan solusi yang inovatif dari problem reforma agraria yang cenderung menghadapi dekadensi.
"Kandidat yang bertarung di Pilgub, Pilkada, menurut saya mereka harus memperhatikan satu masalah risiko banjir, rob, macam-macam solusi itu. Tetapi juga masalah warga kampung, tanahnya ini bagaimana," pungkasnya.
Catatan serupa juga dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Semarang. Dalam siaran pers yang dipublikasikannya pada Rabu (13/11/2024), LBH Kota Semarang menyoroti kegagalan kedua pasangan calon kepala daerah dalam memahami persoalan iklim dan kerusakan lingkungan.
"Kerusakan lingkungan dan krisis iklim ini berkelindan dengan proses politis atas ketimpangan akses penguasaan sumber daya alam antara masyarakat dengan perusahaan atau bahkan dengan negara. Dan sekali lagi, analisa kedua paslon belum sejauh itu. Mereka tidak menjabarkan akar masalah bencana yang ada seperti perampasan lahan atas nama pembangunan, tambang yang meluas, penyedotan air tanah yang masif, pencemaran serta krisis iklim yang bertahun-tahun terjadi di Jawa Tengah," tulisnya.
Dalam siaran persnya, LBH Kota Semarang mengingatkan kedua pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah bahwa aktivitas industri tanpa kepatuhan terhadap prinsip keadilan lingkungan dan tata kelola ruang merupakan sumber persoalan yang mesti diselesaikan.
Untuk itu, ketimbang menawarkan solusi jangka pendek seperti penerapan Pajak Air Tanah ataupun desalinasi air laut menjadi air tawar, kedua pasangan diharapkan mampu menyodorkan solusi yang lebih kompleks.
"Serta mengedepankan unsur pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia," tulis LBH Kota Semarang.