Bisnis.com, SEMARANG - Pandemi Covid-19 telah mengubah hidup banyak orang, termasuk Suryanto. Warga Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang itu mesti kehilangan pekerjaannya pada 2020. Pengalaman pahit itu mengantar bapak satu orang anak itu untuk membuka babak baru dalam kehidupannya.
Suryanto yang dulunya bekerja sebagai karyawan gerai fotokopi kini beralih menjadi seorang wirausahawan. Mulanya, ada banyak produk makanan dan minuman yang coba ditawarkan. Mulai Es Dawet, Tahu Campur, juga Onde-onde. Semuanya digelar di gerobak kecil yang didirikannya di halaman rumah.
Beberapa bulan sejak memulai usaha, Suryanto belum mendapatkan omzet penjualan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pria itu kembali mesti memutar akal. Pikirannya mulai melihat peluang dari tumpukan ketela yang banyak ditanam warga di sekitar rumahnya. Ketela itu coba diolah Suryanto menjadi beberapa jenis makanan tradisional khas Jawa Tengah.
"Saya mulai coba-coba di bulan September sampai Desember 2020. Baru coba saya pasarkan mulai tahun 2021," ujarnya saat ditemui Bisnis pada Selasa (19/11/2024).
Tak disangka, dari sekian banyak produk yang coba dibuat, olahan Gemblong Cotot jadi yang paling laris. Penjualannya pun tak cuma menjangkau tetangga di sekitar rumah, tapi juga hingga ke desa dan perumahan lainnya di wilayah Ungaran. "Penjualannya dimulai secara door-to-door dan WhatsApp. Pesanan online menggunakan aplikasi juga sudah bisa. Alhamdulillah, sudah banyak pelanggannya," ucap Suryanto.
Suryanto menamai usahanya itu "Omah Gethuk Cotot". Nama itu dipilih untuk menguatkan image sebagai produsen jajanan tradisional Jawa Tengah. Tak cuma Gemblong Cotot, Suryanto juga menawarkan beberapa hidangan berbahan dasar ketela seperti Bethuk Balok, Tape Singkong, Bola Gethuk, serta Risol Gethuk.
Untuk bahan baku sendiri, Suryanto langsung memesan ketela ke petani-petani di sekitar rumahnya. Tidak setiap hari memang, mengingat kapasitas produksi dan keterbatasan tempat penyimpanan. Selain itu, ketela yang disimpan terlalu lama juga berisiko menurunkan kualitas makanan.
Dalam sekali masak, Suryanto bersama istrinya bisa mengolah 10 kg ketela. Alat produksinya masih demikian sederhana, seperti kompor dengan tungku kayu, alat penggiling, serta cetakan kue. Suryanto hanya punya dua barang elektronik sebagai alat produksi, yaitu lemari pendingin untuk menyimpan produknya, serta penyegel kemasan atau sealer.
Omah Gethuk Cotot terus dikembangkan secara bertahap. Tak sendirian, Suryanto juga bergabung dalam program pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dijalankan Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia bersama Serabut Nusa. Lewat program itu, Suryanto membawa pulang banyak ilmu baru. Mulai strategis pemasaran, kebersihan produksi, pengemasan produk, hingga peningkatan kualitas.
"Dari program CCEP Indonesia dan Serabut Nusa, saya juga dibantu untuk mendapatkan Sertifikat Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Halal. Produksi dan pemasarannya juga dibantu. Kalau dibandingkan dengan awal saja berjualan, terasa sekali peningkatan omzet sekitar 60-70%. Belum signifikan, tetapi alhamdulillah sudah membantu sekali," ungkap Suryanto.Gemblong Cotot dan Gethuk Balok produksi Omah Gethuk Cotot, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Kedua produk ini telah mengantongi Sertifikat Halal, buah program pemberdayaan yang dilakukan Coca Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dan Serabut Nusa. /Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan.
Dimas Herdy Utomo, pendiri Serabut Nusa, menjelaskan bahwa program pemberdayaan UMKM yang dijalankannya itu menjalankan kurikulum berkelanjutan.
"Kami ingin mengubah cara pandang pemberdayaan. Tidak berupa dana tunai atau bantuan dan pelatihan yang langsung selesai. Tetapi ada kurikulum berkelanjutan bagi pelaku UMKM yang dibina. Supaya lebih mandiri tidak hanya secara finansial, tetapi juga Sumber Daya Manusia (SDM)," jelasnya.
Kolaborasi yang dilakukan Serabut Nusa bersama CCEP Indonesia itu telah memasuki tahun ketiga. Adapun hingga hari ini, ada 228 pelaku UMKM seperti Suryanto yang telah bergabung ke dalam program tersebut. Dimas menyebut, dengan konsep keberlanjutan yang ditawarkan, program pemberdayaan UMKM yang dijalankan itu bisa memberikan efek berganda atau multiplying effect. Tak hanya bagi pelaku UMKM, tetapi juga bagi masyarakat sekitar.