Bisnis.com, SEMARANG - Polemik pagar laut tak cuma dirasakan nelayan di pesisir utara Tangerang, Banten. Masalah kepemilikan lahan di laut itu juga dirasakan warga di pesisir utara Semarang dan sekitarnya.
"Di Desa Timbulsloko dan warga pesisir [Demak], untuk melaut itu harus menyewa [untuk melintasi lahan yang tenggelam] sekitar Rp700.000-1 juta per tahun. Dan itu sewanya harus di depan, atau dicicil 2 kali," ungkap Masnuah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (30/1/2025).
Masnuah menuturkan bahwa lahan di pesisir utara Kabupaten Demak dulunya dimiliki oleh warga yang berprofesi sebagai petambak. Namun demikian, sejak proyek reklamasi di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dilakukan pada akhir 1990-an, lahan tersebut mengalami abrasi hingga akhirnya tenggelam sepenuhnya. Lahan yang dulunya dimiliki oleh warga itu terpaksa dijual dengan harga rendah, pada tahun 2000-an, harganya berkisar di angka Rp2.000/m dan sekitar Rp4.000-5.000/m pada 2018.
Warga hanya bisa pasrah, lantaran status kepemilikan lahan yang tenggelam itu hanya bisa dibuktikan dengan Letter C dan Letter D yang diwarisi secara turun temurun. "Banyak warga yang tergiur karena sudah tidak ada harapan lagi dengan tanah yang tenggelam itu," jelas Masnuah.
Hal serupa juga terjadi di pesisir Semarang. Abdul Jamal, perwakilan Aliansi Rakyat Miskin Semarang-Demak (ARMSD), mengungkapkan pengalamannya yang mesti kehilangan lahan tambak yang digarap oleh orangtuanya dahulu.
Baca Juga
"Dari tahun ke tahun, abrasi semakin meningkat, tambak hilang, paluh [alur] hilang, dan menyebar ke selatan. Seiring waktu, ekonomi warga semakin kesulitan sehingga satu per satu mulai ada transaksi jual beli [tanah tambak yang tenggelam]," jelasnya.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Syukron Salam, menjelaskan bahwa kasus pagar laut yang terjadi di Tangerang tak bisa dilepaskan dari fenomena tenggelamnya lahan milik warga di pesisir Semarang. Di Tangerang aturan mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) dan penguasaan tanah yang tenggelam dimanfaatkan untuk kepentingan komersial, hal yang sama juga terjadi di pesisir Semarang hingga Demak.
"Sekarang tanah yang musnah ini memberikan beban yang tinggi ke masyarakat dan tidak bisa dimanfaatkan. Bagaimana tanah yang musnah ini bisa menjadi akses publik, sehingga masyarakat tidak perlu membayar sewa hanya untuk lewat atau mencari kerang di laut," jelas Syukron.